LAMPUNG, NEWSFEED.CO.ID - Ratusan mahasiswa Universitas Lampung (Unila) mengadakan aksi solidaritas berupa penyalaan seribu lilin dan doa bersama menjelang 40 hari wafatnya Pratama Wijaya Kusuma.
Kegiatan ini berlangsung pada Selasa malam, 3 Juni 2025, di Bundaran Kampus Unila, dalam suasana penuh keheningan dan haru.
Aksi ini menjadi bentuk penghormatan terakhir untuk Pratama, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unila, yang diduga menjadi korban kekerasan dalam kegiatan organisasi kampus Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan (Mahepel).
Cahaya lilin dan alunan musik biola menyelimuti kawasan bundaran kampus, menciptakan momen reflektif dan emosional bagi para peserta.
Mahasiswa yang hadir duduk melingkar, menyalakan lilin, mendengarkan puisi dan orasi, serta memanjatkan doa bersama. Kegiatan ditutup dengan prosesi tabur bunga di depan foto almarhum Pratama Wijaya Kusuma.
Koordinator aksi, Zidan, menyampaikan bahwa kegiatan ini tidak hanya untuk mengenang, tetapi juga sebagai bentuk komitmen mahasiswa untuk mengawal proses hukum hingga keadilan ditegakkan.
“Kami hadir malam ini membawa harapan agar kebenaran terungkap dan keadilan ditegakkan. Kami mendesak proses hukum dilakukan secara terbuka dan bertanggung jawab,” tegasnya.
Diketahui, Pratama meninggal pada 28 April 2025. Ia diduga mengalami kekerasan fisik saat mengikuti kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar) Mahepel yang dilaksanakan pada 14–17 November 2024 di Desa Talang Mulya, Kabupaten Pesawaran.
Peristiwa ini mencuat ke publik setelah Aliansi Mahasiswa FEB Unila Menggugat melakukan sejumlah aksi unjuk rasa untuk menuntut pertanggungjawaban atas kejadian tragis tersebut.
Hingga saat ini, proses hukum terhadap kasus tersebut masih terus berjalan. Aksi seribu lilin menjadi simbol kepedulian, solidaritas, dan desakan moral dari civitas akademika agar dunia pendidikan tidak lagi diwarnai kekerasan.